“Mai… Ada
satu hal yang belum kamu tau…” Ujar Fia
“Oh ya? Apa itu, Fi?” Tanya Mai
“Hmm.. Kalo aku gak ada.. Kamu tetap mandang bintang kan?” Ujarnya
“Ish.. Lagi enak-enak gini, eh.. Malah bicarain gitu!!” Mai cemberut.
“Maaf deh… Tapi kalo dilihat, kamu unyu juga ya” kata Fia.
“Hahaha, jadi dulu-dulu aku gak unyu?” Mai tertawa terbahak-bahak.
“Baru nyadar neh? Cayang bingitzz” ujar Fia lebay.
“Biasa aja kale.. ..” Ujar Mai.
“Aku pengen deh, selalu ngemandangin bintang..”
“Kenapa?” Tanya Mai.
“Kamu tau cerita Bintang karanga daivy gak sih?” Ujarnya.
“Oo… Ya… Aku ngerti..” Kata Mai.
“Trus, kalo kamu ngerti… Kamu tau kan kenapa aku pengen mandangin bintang?” Tanyanya
“Gak.” Jawab Mai singkat.
“Hahaha… Mai..” Fia tertawa terbahak-bahak sambil mencubit pipi Mai.
“Aduh.. Tatit tau..” Ujar Mai lebay.
“Tatit? Cayang bingitz kamu.. Hahaha.. karena aku pingin jadi astronot ..... eh ga ngimpi ... mmm seperti temannya Barnie” Kata Fia. Mereka pun terus bercanda hingga bel di dekat taman tempat mereka memandang bintang berbunyi.
“Oh ya? Apa itu, Fi?” Tanya Mai
“Hmm.. Kalo aku gak ada.. Kamu tetap mandang bintang kan?” Ujarnya
“Ish.. Lagi enak-enak gini, eh.. Malah bicarain gitu!!” Mai cemberut.
“Maaf deh… Tapi kalo dilihat, kamu unyu juga ya” kata Fia.
“Hahaha, jadi dulu-dulu aku gak unyu?” Mai tertawa terbahak-bahak.
“Baru nyadar neh? Cayang bingitzz” ujar Fia lebay.
“Biasa aja kale.. ..” Ujar Mai.
“Aku pengen deh, selalu ngemandangin bintang..”
“Kenapa?” Tanya Mai.
“Kamu tau cerita Bintang karanga daivy gak sih?” Ujarnya.
“Oo… Ya… Aku ngerti..” Kata Mai.
“Trus, kalo kamu ngerti… Kamu tau kan kenapa aku pengen mandangin bintang?” Tanyanya
“Gak.” Jawab Mai singkat.
“Hahaha… Mai..” Fia tertawa terbahak-bahak sambil mencubit pipi Mai.
“Aduh.. Tatit tau..” Ujar Mai lebay.
“Tatit? Cayang bingitz kamu.. Hahaha.. karena aku pingin jadi astronot ..... eh ga ngimpi ... mmm seperti temannya Barnie” Kata Fia. Mereka pun terus bercanda hingga bel di dekat taman tempat mereka memandang bintang berbunyi.
“Fi, udah
jam 10.00 nih. Serem ah, di sini terus..” Ujar Mai.
“Ya udah, yuk pulang..” Ajak Fia.
“Ya udah, yuk pulang..” Ajak Fia.
Mereka pun
pulang dengan berjalan kaki. Saat Mai ingin menyebrang, dari arah yang
berlawanan, tampak mobil melaju dengan kecepatan penuh. Tabrakan pun tak bisa
dihindarkan. Bbbbrrrruuuuaaaaaaaaakkkkkkk...... Di arah bahu jalan, Mai
menangis pilu. Lho? Ada apa ini? Bukankah aku yang tertabrak? Mai meraba seluruh tubuhnya
... ga yakin ..... sementara Fia tergeletak tak bergerak. tadi Fia mendorongnya
dan dia sendiri tertabrak. Tiba-tiba ambulan datang dan membawa Fia. Mai
berjalan gontai sendirian kemudian menaiki taxi menuju rumah Fia.
Ketika tiba orang-orang sudah ramai,
tubuh Fia juga sudah dalam keranda dan siap dibawa ke kuburan esok pagi. Mai
heran. Tapi karena lelah ia tak sempat bertanya. semua keluarga pada sibuk
dengan tugas masing-masing.
"Apakah
pelakunya sudah ditangkap, Tante?" tanya Mai setelah selesai penguburan.
"Pelaku? ..... pelaku apa?" ibunya Fia heran. "Lhoo...."
seseorang memanggil ibunya Fia .... lamaa ... beliau masih tampak sibuk ....
hingga bubaran Mai tak dapat kesempatan untuk bercakap-cakap. ia membawa pulang
rasa sedih dan penasarannya. Kenapa tak ada yang membicarakan masalah
kecelakaan, kenapa cepat sekali mereka bekerja menangani mayat Fia, kenapa.....
kenapa?? belum ada kesempatan, Mai menyimpan semua pertanyaannya. kesibukan
rutinnya menyita hampir seluruh waktu.
Liburan
semester, Mai menyusun kembali hal-hal yang ingin ditanyakan tentang Fia.
Sayang, .... keluarga Fia tak di rumah ketika Mai bertandang .... minggu
berikutnya Mai datang lagi ... masih
sepi. Tak sabar Mai bertanya kepada tetangga Fia. "Lho mereka pergi sejak
anaknya meninggal, rumah itu sudah dijual semenjak anaknya kena kanker."
terang tetangga Fia. "Haaa...... anaknya yang mana?" tany Mai kaget dan tk mengerti. "Anak gadisnya
namanya Fia, kena kanker otak ... jadi kayak orang gila, dik!"
"Bukanna Fia
kecelakaan....?" kata Mai, matanya
melotot ..... heran bingung. ´"Haaa........sapa yang kecelakaan?" Mai
tak menyahut juga tak bertanya lagi.
Liburan
masih dua minggu lagi. Mai berusaha menikmati liburan , ia mengumpulkan
gambar-gambar menarik, menggunting dan mengaturnya menjadi gambar tiga dimensi.
seharian ia tak keluar kamar, ibunya membawakan makanan. "Duh Mai jangan
lupa makan dong! jaga kesehatan juga penting say!" Mai menoleh nyengir "makasi
Bundaku yang cantik..... iya lain kali inget deh makan .... lagian tadi dah
makan roti ko" Mai menghentikan pekerjaannya memperlihatkan karyanya yang
sudah jadi. "Mmmm bagaimana Permaisuri?" tanya Mai bergurau.
"Wow ammmazinggg....." kata ibunya kagum suaranya keras hampir
berteriak. Mai senang melihat reaksi ibunya. Mai tahu ibunya tidak sekagum itu
.... tapi ibunya selalu bereaksi positip setiap ia melakukan kegiatan.
Tidak hanya itu keesokan harinya ibunya membawa
segulung kertas tebal warna emas, merah marun
dan mika. "Gambar tiga dimensinya harus dibingkai, mama sangat suka
melihatnya...!" kata Bu Aftya meyakinkan anaknya. Mai hanya memandang.
"Ini kertas kartonnya ... brruuggg..! mama bantu say!" Mai terpaku,
inilah yang membuatnya kagum pada ibunya, memotivasi, menyediakan waktu dan
mendukung. "Apakah mama tidak sibuk?" tanya Mai seraya memeriksa
lembaran kertas-kertas itu. "Tentu saja tidak say..!"
Seperti
biasa saat anaknya libur bu Aftya akan bangun lebih pagi menyiapkan segala
sesuatu sehingga punya banyak waktu bersama Mai. Nonton, membaca, ngobrol,
berenang, ke pasar, main game, melukis, online dan seperti hari ini membuat
bingkai gambar tiga dimensi. mereka sibuk seharian tidak lupa bu Aftya
menyiapkan kudapan kesukaan Mai yaitu rujak panjang. Mai sibuk ukur-ukur,
potong-potong, tempel-tempel dan jadi. tak terasa tiga karyanya bertengger di
tembok. perutnya kenyang karena ibunya membawakan makanan kesukaan silih
berganti, abis nasi datang es teler, lalu bakso, rujak, jeruk, pisang.
Sebenarnya ibunya tak banyak membantu hanya mengambilkan gunting, penggaris,
sekedar membantu ngepas garis karena ia sibuk menyiapkan makanan tapi Mai
merasa ibunya sangat membantu. Hanya sekedar menemani pun sang ibu akan mampu
memberi semangat.
Mai
berniat membuat foto tiga dimensi, ia membuka album dan memilih-milih foto yang
menarik. Ia terhenti pada sebuah foto ketika tidur-tiduran di sebuah lapangan
bersama Fia. tampak Fia sedang menunjuk pada sebuah bintang. Ibunyalah yang
menjadi photographer saat itu. "Ma ...." Mai menunjukkan foto
tersebut. "Oh Fia ....." gumam ibunya. "Mama tahu Fia sudah
meninggal?" tanya Mai menyelidik. Ibunya menoleh "Tentu saja, kau
kecelakaan saat Fia meninggal. .... makanya tak bisa datang..... Mama juga"
sahut bu Aftya, matanya tak beralih dari album foto. "Kapan kecelakaan itu
Ma?" tanya Mai penasaran. "Kira-kira tiga bulan yang lalu."
jawab ibunya masih sibuk memperhatikan album foto. "berarti
...............!" gumam Mai lemah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar