Kamis, 18 Juni 2015

Hadir tanpa jejak



“Mai… Ada satu hal yang belum kamu tau…” Ujar Fia
“Oh ya? Apa itu, Fi?” Tanya Mai
“Hmm.. Kalo aku gak ada.. Kamu tetap mandang bintang kan?” Ujarnya
“Ish.. Lagi enak-enak gini, eh.. Malah bicarain gitu!!” Mai cemberut.
“Maaf deh… Tapi kalo dilihat, kamu unyu juga ya” kata Fia.
“Hahaha, jadi dulu-dulu aku gak unyu?” Mai tertawa terbahak-bahak.
“Baru nyadar neh? Cayang bingitzz” ujar Fia lebay.
“Biasa aja kale.. ..” Ujar Mai.
“Aku pengen deh, selalu ngemandangin bintang..”
“Kenapa?” Tanya Mai.
“Kamu tau cerita Bintang karanga  daivy gak sih?” Ujarnya.
“Oo… Ya… Aku ngerti..” Kata Mai.
“Trus, kalo kamu ngerti… Kamu tau kan kenapa aku pengen mandangin bintang?” Tanyanya
“Gak.” Jawab Mai singkat.
“Hahaha… Mai..” Fia tertawa terbahak-bahak sambil mencubit pipi Mai.
“Aduh.. Tatit tau..” Ujar Mai lebay.
“Tatit? Cayang bingitz kamu.. Hahaha.. karena aku pingin jadi astronot  ..... eh ga ngimpi ... mmm seperti temannya Barnie” Kata Fia. Mereka pun terus bercanda hingga bel di dekat taman tempat mereka memandang bintang berbunyi.



“Fi, udah jam 10.00 nih. Serem ah, di sini terus..” Ujar Mai.
“Ya udah, yuk pulang..” Ajak Fia.
Mereka pun pulang dengan berjalan kaki. Saat Mai ingin menyebrang, dari arah yang berlawanan, tampak mobil melaju dengan kecepatan penuh. Tabrakan pun tak bisa dihindarkan. Bbbbrrrruuuuaaaaaaaaakkkkkkk...... Di arah bahu jalan, Mai menangis pilu. Lho? Ada apa ini? Bukankah aku  yang tertabrak? Mai meraba seluruh tubuhnya ... ga yakin ..... sementara Fia tergeletak tak bergerak. tadi Fia mendorongnya dan dia sendiri tertabrak. Tiba-tiba ambulan datang dan membawa Fia. Mai berjalan gontai sendirian kemudian menaiki taxi menuju rumah Fia.
       Ketika tiba orang-orang sudah ramai, tubuh Fia juga sudah dalam keranda dan siap dibawa ke kuburan esok pagi. Mai heran. Tapi karena lelah ia tak sempat bertanya. semua keluarga pada sibuk dengan tugas masing-masing.
       "Apakah pelakunya sudah ditangkap, Tante?" tanya Mai setelah selesai penguburan. "Pelaku? ..... pelaku apa?" ibunya Fia heran. "Lhoo...." seseorang memanggil ibunya Fia .... lamaa ... beliau masih tampak sibuk .... hingga bubaran Mai tak dapat kesempatan untuk bercakap-cakap. ia membawa pulang rasa sedih dan penasarannya. Kenapa tak ada yang membicarakan masalah kecelakaan, kenapa cepat sekali mereka bekerja menangani mayat Fia, kenapa..... kenapa?? belum ada kesempatan, Mai menyimpan semua pertanyaannya. kesibukan rutinnya menyita hampir seluruh waktu.
       Liburan semester, Mai menyusun kembali hal-hal yang ingin ditanyakan tentang Fia. Sayang, .... keluarga Fia tak di rumah ketika Mai bertandang .... minggu berikutnya Mai datang lagi  ... masih sepi. Tak sabar Mai bertanya kepada tetangga Fia. "Lho mereka pergi sejak anaknya meninggal, rumah itu sudah dijual semenjak anaknya kena kanker." terang tetangga Fia. "Haaa...... anaknya yang mana?" tany  Mai kaget dan tk mengerti. "Anak gadisnya namanya Fia, kena kanker otak ... jadi kayak orang gila, dik!"                                     "Bukanna  Fia kecelakaan....?"  kata Mai, matanya melotot ..... heran bingung. ´"Haaa........sapa yang kecelakaan?" Mai tak menyahut juga tak bertanya lagi.
       Liburan masih dua minggu lagi. Mai berusaha menikmati liburan , ia mengumpulkan gambar-gambar menarik, menggunting dan mengaturnya menjadi gambar tiga dimensi. seharian ia tak keluar kamar, ibunya membawakan makanan. "Duh Mai jangan lupa makan dong! jaga kesehatan juga penting say!" Mai menoleh nyengir "makasi Bundaku yang cantik..... iya lain kali inget deh makan .... lagian tadi dah makan roti ko" Mai menghentikan pekerjaannya memperlihatkan karyanya yang sudah jadi. "Mmmm bagaimana Permaisuri?" tanya Mai bergurau. "Wow ammmazinggg....." kata ibunya kagum suaranya keras hampir berteriak. Mai senang melihat reaksi ibunya. Mai tahu ibunya tidak sekagum itu .... tapi ibunya selalu bereaksi positip setiap ia melakukan kegiatan.
Tidak hanya itu keesokan harinya ibunya membawa segulung kertas tebal warna emas, merah marun  dan mika. "Gambar tiga dimensinya harus dibingkai, mama sangat suka melihatnya...!" kata Bu Aftya meyakinkan anaknya. Mai hanya memandang. "Ini kertas kartonnya ... brruuggg..! mama bantu say!" Mai terpaku, inilah yang membuatnya kagum pada ibunya, memotivasi, menyediakan waktu dan mendukung. "Apakah mama tidak sibuk?" tanya Mai seraya memeriksa lembaran kertas-kertas itu. "Tentu saja tidak say..!"
       Seperti biasa saat anaknya libur bu Aftya akan bangun lebih pagi menyiapkan segala sesuatu sehingga punya banyak waktu bersama Mai. Nonton, membaca, ngobrol, berenang, ke pasar, main game, melukis, online dan seperti hari ini membuat bingkai gambar tiga dimensi. mereka sibuk seharian tidak lupa bu Aftya menyiapkan kudapan kesukaan Mai yaitu rujak panjang. Mai sibuk ukur-ukur, potong-potong, tempel-tempel dan jadi. tak terasa tiga karyanya bertengger di tembok. perutnya kenyang karena ibunya membawakan makanan kesukaan silih berganti, abis nasi datang es teler, lalu bakso, rujak, jeruk, pisang. Sebenarnya ibunya tak banyak membantu hanya mengambilkan gunting, penggaris, sekedar membantu ngepas garis karena ia sibuk menyiapkan makanan tapi Mai merasa ibunya sangat membantu. Hanya sekedar menemani pun sang ibu akan mampu memberi semangat. 
       Mai berniat membuat foto tiga dimensi, ia membuka album dan memilih-milih foto yang menarik. Ia terhenti pada sebuah foto ketika tidur-tiduran di sebuah lapangan bersama Fia. tampak Fia sedang menunjuk pada sebuah bintang. Ibunyalah yang menjadi photographer saat itu. "Ma ...." Mai menunjukkan foto tersebut. "Oh Fia ....." gumam ibunya. "Mama tahu Fia sudah meninggal?" tanya Mai menyelidik. Ibunya menoleh "Tentu saja, kau kecelakaan saat Fia meninggal.  ....  makanya tak bisa datang..... Mama juga" sahut bu Aftya, matanya tak beralih dari album foto. "Kapan kecelakaan itu Ma?" tanya Mai penasaran. "Kira-kira tiga bulan yang lalu." jawab ibunya masih sibuk memperhatikan album foto. "berarti ...............!" gumam Mai lemah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar