Ica membawa temannya ke rumah. Mereka
menaiki tangga. Ayik memperhatikan foto yang sama berderet di tembok sepanjang
anak tangga. Anak manis, berponi pake kaos meran dan celana kodok dari jins.
Ayik meninggalkan foto-foto itu tapi kembali memperhatikannya. Ada tujuh foto,
sepertinya sama tapi juga tidak sama. Ia mengucek matanya …… sama atau tidak…..
Ica memperhatikan dari atas, membiarkan
temannya penasaran. Tak ada komentar. “kita belajar biologi ya!” Ica
mengeluarkan buku demikian juga Ayik. Mereka membahas tentang cacing. “besok
kita harus bawa cacing, dimana nyarinya?” Tanya Ayik. “aaahhh … gampang, ini
baca dulu koran artikelnya tentang cacing.” Ica mengangsurkan koran baru. “lo
katanya cacing sangat susah ditemukan, bahkan pihak kampus mengimport cacing
dari Ausi. Oooo …. Cacing aja diimport.” Kata Ayik sedikit cemas. “masak sii ……
kalo gitu ayo cari cacingnya yuk takut ntar ga dapat.”
Bener saja mereka tak mendapatkan satu
ekorpun. Ica mengajak Ayik mencarinya di halaman tetangga ….. juga tak dapat. “bener
….. cacing sudah langka.” Kata Ica sambal merapikan tanah halaman tetangga yang
baru dibongkarnya. Tak berapa lama Uci menelpon menanyakan apakah mereka sudah
mendapatkan cacing. Temannya yang lain juga bertanya. Hampir semua teman
sekelasnya tak mendapatkan cacing bahkan juga, Bu Guru. Hari menjelang mahgrib,
Ayik pamit pulang. Karena tahu teman-temannya juga tak mendapatkan cacing,
mereka tak khawatir akan kegagalannya tidak membawa cacing untuk penelitian
biologi.
“Ma masak katanya kampus mengimport
cacing untuk penelitian….!” Kata Ica seraya menunjukkan artikel yang ada di
koran. Ibunya heran “masak …… kenapa ga beli sama mama saja 100 cacing juga
mama bias jual bahkan ribuan jika harganya cocok.” Ica melotot ga percaya. “yakin
… ma?!” Tanya Ica tidak percaya.
Seperti biasa ibunya Ica membacakan
cerita bilingual, tekanan nadanya sangat pas yang membuat Ica suka mendengarnya.
Karena penasaran iapun membuka matanya untuk melihat gambar dari cerita yang
dibaca. Dia terbangun ibunya pun bergegas menyiapkan sarapan. Nasi goring. Karena
tak punya sayur ijo, ia memetic bayam di pot depan rumah. Mmm ….. nasi goring bayam
telah tersaji di meja, Ica menikmati dengan lahap. “ini sayurnya organic, Ca.
bayamnya mama petik di depan.” Ica mangut-mangut. “sayur organic itu apaan si
Ma?, aku lupa.”
Ketika mereka akan berangkat ke sekolah,
ibunya Ica mengeluarkan pot yang ditumbuhi bayam sebagian daunnya sudah
dipetik. Dan satu pot lagi berisi sampah. “sebentar lagi pot ini akan mama
urugi dengan tanah, maka cacing akan berkembang biak dengan subur.” Jelasnya. Ica
terbengong ……. “jadi dalam pot itu banyak cacing toh, Ma?” Tanya Ica
kegirangan. “tentu” jawab ibunya. “Ica bole minta pot ini ya, Ma?” Ica
mengambil pot yang berisi pohon bayam, “ini sisa bayamnya dipetik aja …..”
Anak-anak ribut karena hari ini tidak jadi
ke laboratorium sebab tak ada bahan utamanya yaitu cacing. Bu Guru mengumumkan
penelitian ditunda. Ica masuk dan mengangsurkan kantong kresek kepada Bu Guru. “wow
….” Teriak Bu Guru. Kelas menjadi riuh. Teman-temannya bertanya darimana ia
mendapatkan cacing itu. Bu Gurupun heran. “ngimport, Bu….” Sahut Ica. “Huuuuuu …….”
Ica dan keluarga terdekatnya berkumpul,
yoga,doa barsama dan menyanyikan happy birthday. Nenek Ica mengeluarkan beberapa
foto dan sekoper pakaian. “sekarang kita
bikin foto yang sama, mana pilihan kalian dan sesuaikan dengan pakaian yang
sama. Wow ….. beberapa foto kuno. Mereka berdandan seperti contoh di foto, gaya
dan baju sama. Foto-foto tersebut dipasang di dinding garasi. Di tempat ini
sering diadakan pertemuan arisan, ulang tahun, doa bersama dan kadang bermain
dan belajar bersama. Garasi menyatu dengan taman, tempatnya jadi luas dan
indah. Jadi banyak tamu yang akan memandangi foto dan menjadi teka teki.
Nenek Ica memberi sebuah kado dengan bungkusan unik. “Selamat
ulang tahun cucuku….semoga jadi anak dan cucu yang baik berguna bagi keluarga
dan semua orang.” Semua hadirin penasaran apa isi kadonya. “buka….. bukaa ………
bukaa ……” teriak hadirin. Nenek memberi tanda setuju. Ica membukanya ….. cukup
sulit. Kulit pertama janur, yang ke dua daun pisang…. “kueee……” tebak hadirin. Kulit
ketiga upih yaitu semacam kulit dari batang pohon aren biasanya dibuat
main kereta oleh anak-anak jaman dulu. Ini yang sulit dibuka perlu pisau besar
dan tajam. “oooooooo …… “ teriak hadirin ketika isinya tampak, suaranya sedikit
sumbang. Sebendel buku lusuh. Ica masih penasaran, ga mungkin nenek memberi
sesuatu yang tak berarti. Lembar pertama dibuka, kata pengantar sebuah koran,
lembar kedua berita hangat sebelas tahun yang lalu persis ketika Ica lahir,
lembar ketiga berita hangat tahun berikutnya dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar